Jurnalkitaplus - Dua nama paling abadi dalam sejarah pengkhianatan adalah Judas dan Brutus—dua sosok yang mengkhianati orang terdekatnya. Jika Judas menyerahkan gurunya, maka Marcus Junius Brutus menikam sahabat sekaligus pelindungnya, Julius Caesar.
Sebagai senator Romawi, Brutus pernah bersekutu dengan Pompey melawan Caesar dalam Perang Sipil. Namun setelah kalah, ia diampuni oleh Caesar yang justru menjadikannya sahabat dekat dan pejabat tinggi. Ia diberi jabatan bergengsi seperti Gubernur Cisalpine Gaul, anggota dewan pendeta senior, hingga Praetor dan Konsul. Semua posisi itu diperolehnya berkat kemurahan hati Caesar.
Namun kepercayaan itu berakhir tragis. Pada 15 Maret 44 SM, Brutus bersama para senator berkomplot membunuh Julius Caesar. Dalam rapat di gedung Senat, Caesar ditikam hingga tewas. Kalimat terakhir yang diucapkannya, “Et tu, Brute?” (Engkau juga, Brutus?) menjadi simbol abadi dari rasa dikhianati oleh orang terdekat.
Kisah Brutus mencerminkan dilema moral dalam politik: antara kesetiaan pada pemimpin dan tanggung jawab terhadap prinsip negara. Bagi sebagian orang, Brutus adalah pengkhianat yang menusuk dari belakang; namun bagi yang lain, ia merupakan patriot yang melawan potensi tirani Caesar demi menyelamatkan Republik Romawi.
Fenomena pengkhianatan politik seperti kisah Brutus kerap berakar dari konflik ideologi, pergeseran kekuasaan, dan ambisi pribadi. Ketika kepentingan politik dan moralitas berbenturan, pengkhianatan bisa tampil sebagai bentuk “pemberontakan etis” yang sekaligus berujung tragedi.
Dalam konteks modern, pengkhianatan semacam itu menegaskan pentingnya etika politik dan institusi yang kuat untuk mencegah kekuasaan disalahgunakan. Sebab, sebagaimana dikatakan Mark Twain, “Jika kita memberi makan seekor anjing, ia tidak akan menggigit kita — itulah bedanya anjing dengan manusia pengkhianat.”
Marcus Junius Brutus tetap dikenang sebagai sosok paradoksal: pahlawan bagi sebagian, pengkhianat bagi sebagian lainnya. Antara patriotisme dan pengkhianatan, sejarah menempatkannya di ruang abu-abu yang abadi.
Rangkuman dari artikel Majalah JKP Edisi 58 dengan Judul : Marcus Junius Brutus
Antara Patriot dan Pengkhianat

